(Wonosari, 15/4) – Sekolah Tinggi Agama Islam Yogyakarta (STAI Yogyakarta) bekerjasama dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Republik Indonesia melaksanakan kegiatan “Sosialisasi Pembinaan Ideologi Pancasila melalui Bedah Buku Salam Pancasila” di Gedung Auditorium KH. R. Suwardiyono, BA Kampus STAI Yogyakarta pada hari Sabtu, 15 April 2023. Kegiatan dihadiri langsung oleh Kepala BPIP RI Prof. Drs. K.H. Yudian Wahyudi, MA., Ph.D dan Bupati Kabupaten Gunungkidul Mayor Chb. (Purn.) H. Sunaryanta, dengan pembicara bedah buku yaitu Direktur Sosialisasi & Komunikasi BPIP RI Prof. Dr. K. H. Agus Moh. Najib, M.Ag, Wakil Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof. Dr. Phil. K.H. Sahiron, MA, dan penulis buku Salam Pancasila Khoirul Anam, SHI., MSI, dengan moderator Tri Darmini Mahasiswi Prodi Hukum Keluarga STAI Yogyakarta.
Kegiatan dihadiri 500 peserta terdiri dari unsur pimpinan Gunungkidul seperti Pengadilan Agama Wonosari, Kejaksaan Negeri Gunungkidul, Polres Gunungkidul, Kementerian Agama Gunungkidul, Organisasi kemasyarakatan, Polsek, Koramil, Panewu (Camat), Perangkat Desa, Siswa dan Sekolah MA/SMA/SMK dari Gunungkidul dan sekitar, Pondok Pesantren di wilayah Gunungkidul, PWNU D.I.Yogyakarta, PCNU Gunungkidul, MWC NU se-Gunungkidul dan sekitar, PC Muslimat, PC dan PAC ANSOR, BANSER, PC dan PAC Fatayat, IPNU, IPPNU, Kampus LPTNU Se-D.I.Yogyakarta, BEM LPTNU Se-D.I.Yogyakarta serta diikuti Dosen, Mahasiswa, dan masyarakat umum.

Hudan Mudaris, SEI., MSI selaku Plh. Ketua STAI Yogyakarta dalam sambutan menyampaikan selamat datang kepada seluruh peserta yang hadir, terima kasih khususnya kepada BPIP sebagai mitra kerjasama dalam kegiatan ini. Kegiatan langsung dihadiri oleh Kepala BPIP beserta rombongan, serta Bupati Gunungkidul. Kegiatan sosialisasi ideologi Pancasila ini penting, karena untuk memupuk solidaritas, integritas bangsa karena Indonesia adalah bangsa yang majemuk, multi kultur suku agama ras dan golongan, sehingga keberadaan Pancasila merupakan suatu keniscayaan yang sangat urgen. Disini kami menyapa sahabat-sahabat muda yaitu siswa-siswa MA/SMA/SMK yang telah hadir di forum ini. Kebetulan sekarang STAI Yogyakarta sedang masa Penerimaan Siswa Baru (PMB), silahkan daftar kuliah di STAI Yogyakarta. Disini ada 5 program studi yaitu Pendidikan Agama Islam (PAI), Pendidikan Bahasa Arab (PBA), Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI), Hukum Keluarga (HK), dan Ekonomi Syariah (ES). STAI Yogyakarta ini bukan kampus baru, melainkan sudah berdiri sejak tahun 1971, kampus ini berwawasan modern, keislaman, bernuasa ahlus sunnah wal jamaah dan an-nahdliniyah. Kuliah di STAI Yogyakarta, akan tercermin sebagai akademisi yang ilmuan sekaligus tetap menjaga kesantriannya.
Mayor Chb. (Purn.) H. Sunaryanta selaku Bupati Gunungkidul dalam sambutannya menyampaikan terima kasih bersyukur atas kehadiran Kepala BPIP dan rombongan yang datang di Gunungkidul. Berbicara Pancasila, dimulai salam Pancasila, kami menyimak kemarin ada yang pro dan kontra dengan salam Pancasila. Salam Pancasila sebagai salam kebangsaan digunakan dalam forum berbagai agama untuk mengakomodir salam dari berbagai agama dan aliran kepercayaan. Pancasila sebagai nilai harus selalu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari dan tidak cuma dihafal, seperti nilai ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, demokrasi dan sebagainya. Pancasila menjadi kebutuhan kurikulum di sekolah-sekolah, karena saat ini kita berada di era digital, yang semuanya membutuhkan kecanggihan, daya skill teknologi dengan tetap menjaga norma-norma luhur dalam Pancasila.

Prof. Drs. K.H. Yudian Wahyudi, MA., Ph.D selaku Keynote Speech menyampaikan bahwa Pancasila lahir dari proklamasi kemerdekaan. Proklamasi kemerdekaan Indonesia merupakan proklamasi yang terbaik dan terhebat di muka bumi. Proklamasi jatuh pada tanggal 9 Ramadhan bertepatan 17 Agustus. Ini penting karena lahir disaat Perang Dunia II yang melibatkan negara-negara dari 5 benua, dengan militer lengkap. Bila dilihat sejak Tan Malaka, Indonesia telah terjajah 434 tahun. Indonesia merdeka tanpa teknologi militer, tidak ada berdarah-darah, peristiwa proklamasi berlangsung 59 detik dan mampu mempersatukan 57 negara / kerajaan. Kehebatan Indonesia terlihat dari nilai-nilai yaitu nasionalis, republik, demokratik, konstitusional, egaliter dan religiusitas. Semua nilai ini ada di negara Indonesia, khususnya aspek keagamaan dan ini yang membedakan Indonesia dengan negara lainnya. Ini seperti peristiwa saat revolusi mekkah, dimana Rasulullah berhasil merebut mekkah tanpa ada pertumpahan darah antara kaum muslimin dengan penduduk kafir di mekkah. Selanjutnya terkait dengan lailatul qodar yaitu malam pengukuran, qadar dan qudrah. Sukses bisa diukur dan mengukur. Hendaknya untuk sukses, masing-masing perlu nama-nama dalam konteks epistemologis, yaitu masuk menjadi yang kelompok minoritas, seperti WNI (konteks global) ke PNS, PNS ke Dosen, Dosen ke Kaprodi, Dosen ke Pendidikan S-3 lalu ke Guru Besar. Nah, jadilah yang minoritas dan jangan di kelompok mayoritas, dengan demikian akan mendekati sukses dan apabila sukses itulah nilai dari lailatul qodar kita yang dapat diukur dan mengukur diri.

Memasuki acara bedah buku Salam Pancasila, kegiatan dipandu moderator Tri Darmini. Khoirul Anam, SHI., MSI sebagai penulis buku menyampaikan bahwa dasar penulisan dilatar belakangi munculnya peningkatan radikalisme, ekstrimisme dan arabisasi yang tidak proporsional. Sementara negara punya falsafah nilai yang terkandung dalam Pancasila. Lalu munculnya atau publik sempat dihebohkan dengan adanya kabar bahwa Kepala BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) Yudian Wahyudi ingin mengganti salam keagamaan umat Islam “Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh” (yang selanjutnya disingkat menjadi “Assalamualaikum Wr. Wb.”) dengan “Salam Pancasila”. Tak pelak publik, khususnya tokoh agama dan tokoh politik, bereaksi keras. Mayoritas dari mereka menyalahkan meskipun tidak sedikit juga yang mendukung. Mayoritas dari mereka mengatakan usulan Kepala BPIP tersebut sebagai pernyataan keliru. Juga banyak meme menyindir pernyataan Kepala BPIP RI dianggap nyleneh dan keliru. Bahkan, ada yang menuntut agar BPIP dibubarkan karena dianggap berpotensi membuat kegaduhan. Demi kebaikan bersama, diperlukan kajian yang mendalam. Agar masalah ini menjadi terang benderang, maka disusunlah buku ini: Kontroversi Salam Pancasila Kepala BPIP RI Prof. Drs. K.H. Yudian Wahyudi, M.A., Ph.D, dengan menggunakan metode kualitatif dengan analisis deskriptif analitis dengan menggunakan teori-teori ushul fikih, sosiologi, antropologi dan filsafat. Dengan pendekatan tersebut, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: pertama, respons keras dari berbagai tokoh disebabkan karena ada kemungkinan mereka tidak menyimak secara utuh pernyataan Prof. Yudian tersebut. Kedua, mereka tidak melakukan klarifikasi. Ketiga, ada kemungkinan mereka membaca berita dari berbagai media sosial dan media online. Keempat, mereka kurang memahami konteks pernyataan Kepala BPIP tentang “Salam Pancasila” tersebut, sehingga terjadi misunderstanding. Kelima, adanya perbedaan pemahaman keagamaan antara mereka dengan Kepala BPIP. Keenam, kemungkinan adanya perbedaan haluan politik, sehingga mereka tidak melakukan klarifikasi maupun diskusi dengan Kepala BPIP untuk mengetahui maksud, tujuan dan konteks pernyataan tersebut.

Prof. Dr. K. H. Agus Moh. Najib, M.Ag selaku Direktur Sosialisasi & Komunikasi BPIP RI menyampaikan materi dalam bedah buku bahwa sejarah “Salam Pancasila” diperkenalkan oleh Kepala Dewan Pengarah BPIP (saat itu masih UKP-PIP, Unit Kerja Presiden – Pembinaan Ideologi Pancasila), Prof. Dr (HC). Hj. Megawati Soekarno Putri, Presiden ke-5 RI, pada tanggal 12 Agustus 2017 dalam acara Program Penguatan Pendidikan Pancasila di Istana Presiden, Bogor, Jawa Barat. Salam Pancasila sebagai ganti dari salam “Merdeka” yang diucapkan pada masa perjuangan dan awal kemerdekaan. Salam Merdeka ini digagas dan dipopulerkan oleh Presiden Soekarno. Salam Pancasila yang diperagakan oleh Ibu Megawati saat itu adalah tangan kanan [tegak lurus] serupa posisi hormat, namun ujung jari tidak menempel di dahi, melainkan berjarak sejengkal dari dahi bagian kanan. Salam tersebut dilakukan dengan gerakan tangan yang sedikit menghentak. Salam Pancasila ini kemudian terus disosialisasikan dan dipopulerkan oleh Kepala BPIP saat ini, Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi, MA, Ph.D, yang pada awalnya menimbulkan kontroversi karena dianggap akan mengganti “Assalamu’alaikum wr.wb”. Pemikiran Kepala BPIP, tidak saja berupaya mensosialisasikan “Salam Pancasila” tetapi juga memperkuatnya dengan argumen-argumen keagamaan, sebagaimana diuraikan pada bagian akhir buku ini. Secara singkat, menurut Kepala BPIP, “Salam Pancasila” ini merupakan perbuatan baik yang ditujukan kepada orang lain bahkan dimaksudkan untuk kepentingan persatuan bangsa, sehingga dalam Islam dapat dipandang sebagai ibadah (ghairu mahdhah) apabila disertai dengan niat baik. Dengan didasarkan pada perspektif maqashid Syariah, dalam pandangan Kepala BPIP beribadah dalam arti luas adalah membangun peradaban, termasuk dalam hal ini adalah mewujudkan dan memperkuat rasa persatuan bangsa Indonesia. Dengan modal persatuan yang kuat sebagai sebuah bangsa, masyarakat Indonesia dengan cara gotong royong akan dapat memajukan NKRI. Pancasila merupakan tali pengikat dan titik temu (meeting point, common ground) bagi seluruh elemen bangsa Indonesia yang memiliki perbedaan sangat banyak, baik dari sisi suku, agama, Bahasa, dan adat istiadatnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keberadaan NKRI terletak pada simpul pengikatnya, yaitu Pancasila; semakin kuat simpul tersebut maka akan memperkuat kedudukan NKRI, dan begitu sebaliknya. Kesimpulannya “Salam Merdeka” yang digagas oleh Bung Karno, kemudian dimodifikasi dan diperkenalkan oleh Ibu Megawati sebagai “Salam Pancasila”, serta disosialisasikan lebih lanjut oleh Prof Yudian dengan disertai argumen-argumen keislaman ini, perlu terus disosialisasikan dan dibiasakan dalam setiap kesempatan. Dengan harapan, seluruh lapisan masyarakat akan semakin menyadari pentingnya menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tidak saja dalam pergaulan internal bangsa Indonesia, tetapi juga dalam pergaulan antar bangsa di dunia internasional. Sikap mengutamakan nilai-nilai persatuan di ruang publik ini telah dicontohkan misalnya oleh Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid, Presiden ke-4 RI) dengan gagasannya mengganti “Assalamu’alaikum wr.wb” dengan “Selamat Pagi” dan “Apa Kabar” di ruang publik dan juga Prof. Dawoed Joesoef (putra Aceh, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1978-1983) yang tidak pernah mengucapkan salam keagamaan (Islam) dalam kedudukannya sebagai menteri.

Prof. Dr. Phil. K.H. Sahiron, MA sebagai Wakil Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dalam bedah buku menyampaikan yaitu dengan melengkapi pembicara sebelumnya bahwa dalam buku ini menunjukkan bahwa Prof. Yudian adalah seorang ahli agama, ahli Pancasila dan nasionalis yang juga ahli ushul fiqh, karena ditunjukkan dengan argumentasi-argumentasinya. Beliau membeberkan salam Pancasila dengan dilandasi ushul fiqh dan maqashid Syariah. Kita saat ini, perlu mengamankan dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar dalam berbangsa dan bernegara. Karena dibeberapa daerah, seperti di Bogor dan Bekasi masih ada pertemuan halaqoh khilafah Islamiyah yang dilakukan anak muda. Meskipun Hizbut Thahrir telah dibubarkan, tetapi gerakan ini masih ada dan ingin mengganti Pancasila sebagai dasar negara. Sehingga anak muda, mahasiswa jangan sampai terkecoh dengan mudah atas slogan-slogan keagamaan yang punya maksud atau mempengaruhi untuk mengganti Pancasila. Sehingga Pancasila adalah harga mati yang harus diamankan dan diamalkan, semua rakyat khusus dipahami generasi pemuda. Pancasila memiliki nilai yang harus dipertahankan karena didalamnya terkandung nilai-nilai keagamaan, dalam berbangsa dan bernegara. Ini para kyai dan pendiri bangsa, terinspirasi sebagaimana dilakukan Rasulullah SAW dalam piagam Madinah dalam mempersatukan bangsa yaitu mempersatukan orang Islam, dengan orang Nasrani, orang Yahudi.
Selain, bedah buku juga diberikan kenang-kenangan penyerahan buku Salam Pancasila dari Kepala BPIP kepada Bupati Gunungkidul, Ketua Tanfidziyah PCNU Gunungkidul, Lakpesdam Gunungkidul, dan Ketua BEM STAI Yogyakarta. Serta pemberian dorprize kepada beberapa peserta dalam kegiatan bedah buku, yang bertanya kepada ketiga narasumber. (Ags)